Senin, 04 Juni 2012

Organisasi dan Komunikasi Organisasi



Komunikasi di dalam organisasi tidak terlepas dari perkembangan manajeman dan birokrasi. Komunikasi merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan dalam organisasi yaitu 75%-95% dari seluruh kegiatan organisasi. Tujuan dari dibuatnya teori komunikasi untuk menjembatani jurang pemisah dalam organisasi, sehingga proses dapat berjalan secara baik dan mencapai tujuan organisasi.

I.  Organisasi
            Telaah mengenai organisasi dapat menjadi demikian kompleks. Umpamanya organisasi dapat memiliki aspek mikro dan makro. Dari pandangan makro memberikan pertimbangan/ memperhatikan sekumpulan organisasi yang mempunyai komponen (mikro). Komponen ini mempunyai sasaran atau ciri-ciri khusus yang berbeda dengan system makro (Herbert G Hick dan Ray Gullet, 1987).
           
 Organisasi dengan demikian adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relative terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Batasan ini terlihat amat panjang dan perlu diuraikan bagian-bagian penting yang relevan.
 
 Konsep dikoordinasikan dengan sadar, mengandung pengertian manajemen. Kesatuan sosial, berarti bahwa unit itu terdiri dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama lain. Pola interaksi yang diikuti orang di dalam sebuah organisasi tidak begitu saja timbul, melainkan telah dipikirkan  terlebih dahulu. Sebuah organisasi memiliki batasan yang relative dapat diidentifikasi, berarti batasan dapat berubah dalam kurun waktu tertentu dan tidak selalu jelas, namun semua batasan yang nyata harus ada agar kita dapat membedakan antara anggota dan bukan anggota. Orang-orang di dalam sebuah organisasi mempunyai suatau keterikatan yang terus-menerus. Rasa keterikatan ini tentunya bukan berarti keanggotaan seumur hidup, akan tetapi sebaliknya organisasi menghadapi perubahan yang konstan di dalam keanggotaan mereka. Akhirnya, organisasi itu ada untuk mencapai sesuatu. “Sesuatu” itu adalah tujuan, dan tujuan tersebut biasanya tidak dapat dicapai oleh individu-individu yang bekerja sendiri, atau jika mungkin, hal tersebut dicapai secara efisien  melalui usaha kelompok (Stephen P. Robbins, 1994).

Dari pengertian tentang organisasi tersebut dapat disimpulkan, bahwa individu dengan organisasinya adalah tidak mungkin melepaskan diri dari hubungan jalin menjalin satu sama lain. Keberhasilan suatu organisasi secara tidak langsung merupakan pengkoordinasian yang baik dari dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi yang mutakhir dan yang serba kompleks pada umumnya bekerja secara serentak, terstruktur dan terkendali dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif.

            Burn dan Stalker (1979) menyatakan bahwa suatu organisasi tidak akan berfungsi dengan efektif apabila struktur organisasinya tidak disesuaikan dengan lingkungannya. Apabila kondisi lingkungan organisasi relatif  stabil, maka struktur yang cocok adalah struktur yang mekanistik yaitu struktur yang diatur secara rinci, pembagian tugas, wewenang, tanggung jawab dan hubungan kerja antar unit-unit organisasi tersebut. Sebaliknya, apabila kondisi lingkungan tidak stabil, sehingga banyak faktor-faktor lingkungan yang tidak bisa diperkirakan situasi masa depannya, maka struktur organisasi yang sesuai adalah struktur yang organik yang pengaturannya tidak terlalu kaku, lebih fleksibel, dalam arti kata pembagian tugas, wewenang, tanggung jawab, dan hubungan kerja antar unit-unit.

1. Sasaran, Efisiensi dan Efektivitas Organisasi
            Menurut Amitai Etzioni dalam Modern Organizations (dikutip Hari Lubis dan Martani Huseini, PAU-UI, 1987), bahwa sasaran (goal) organisasi adalah suatu keadaan atau kondisi yang akan dicapai oleh suatu organisasi. Dalam pengertian tersebut sasaran dapat diidentikan sebagai tujuan organisasi, baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek, yang mencakup sasaran dari keseluruhan organisasi ataupun sasaran dari suatu bagian tertentu dari organisasi.
  
          Pemahaman tentang tujuan atau sasaran organisasi ini akan sangat berkaitan sekali dengan efisiensi dan efektifitas organisasi, karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan atau sasaran tersebut.

 Efisiensi merupakan sebuah konsep yang bersifat lebih terbatas dan menyangkut  proses internal yang terjadi dalam organisasi. Efisiensi menunjukkan banyaknya input atau sumber yang diperlukan oleh organisasi untuk menghasilkan satu satuan output. Karena itu, efisiensi dapat diukur sebagai ratio atau sumber yang diperlukan oleh organisasi untuk menghasilkan satu satuan output dengan menggunakan input atau masukan yang jumlahnya lebih sedikit dari yang digunakan oleh organisasi lainnya. Dapat dikatakan sebagai organisasi yang lebih efisien.
Sementara itu konsep efektifitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasarannya. Efektifitas ini sebenarnya merupakan suatu konsep yang sangat luas, mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar organisasi itu sendiri (Hari Lubis dan Martani Huseini, 1987).

Efektifitas organisasi dapat diukur dengan berbagai macam cara, tapi tidak ada satupun ukuran yang benar-benar sempurna dan setiap ukuran yang digunakan pasti memiliki kelebihan ataupun kekurangan dibanding ukuran yang lainnya. Diantara pendekatan yang ada untuk mengukur efektifitas organisasi adalah pendekatan sasaran (goal approach) atau pendekatan pencapaian tujuan, pendekatan sumber (system Resources approach), pendekatan sistem (system approach), pendekatan Kontituensi dan pendekatan nilai-nilai bersaing.

Pendekatan sasaran atau tujuan memiliki kelemahan antara lain ;
(1)     pencapaian bersifat wujud (tangible),
(2)     organisasi mencoba mencapai lebih dri satu tujuan, tetapi pencapaian satu tujuan acapkali menghalangi atau mengurangi kemampuan mereka mencapai tujuan yang lain,
(3)     keberadaan tujuan resmi yang lazim dimana anggota menyatakan koitman masih dipertanyakan, beberapa peneliti telah menemui kesulitan memperoleh konsesus diantara manajer, atas tujuan organisasi mereka (lihat James L Gibson at.al, edisi kedelapan, 1996).

Dalam pendekatan sistem untuk mengukur efektifitas organisasi juga mengandung kelemahan, yaitu pendekatan ini lebih terfokus pada cara-cara yang diperlukan untuk mencapai keefektifan dari pada keefektifan organisasi itu sendiri, karena melihat variabel proses bagaimana organisasi berinterkasi dengan lingkungan yang terbuka dan mempengaruhinya, sehingga sulit dikembangkan alat ukur yang sah dan andal untuk memperoleh kuantitas atau intensitasnya (Stephen P. Robbins, 1994).

Pendekatan konstituensi dalam pengukuran efektifitas organisasi adalah mencoba untuk memandang keseluruhan kegiatan yang dilakukan pada suatu organisasi dengan memusatkan perhatiannya pada berbagai komponen atau kelompok di dalam maupun di luar organisasi yang mempunyai kepentingan dengan performa organisasi, seperti karyawan, pemegang saham, leveransir bahan, pemilik dan sebagainya. Dengan demikian, efektifitas organisasi akan diukur dari tingkat kepuasan setiap elemen konstituensi terhadap organisasi itu (Hari Lubis dan Martaini Huseini, 1987).

Pendekatan ini tentu memiliki kelemahan, bahwa tingkat kepuasan kelompok konstituensi atau pelanggan / konsumen bersifat relatf dan sulit diukur serta setiap elemen konstituensi tentu memiliki kriteria yang berbeda menilai organisasi sesuai dengan perbedaan kepentingan masing-masing.

Guna memahami organisasi pengawasan sebagai wadah dan proses maka perlu menghayati lima pertanyaan sebagai berikut : (Siagian, 2002; 229)
1.    Siapa yang melakukan, melakukan apa?. Karena dalam organisasi selalu terjadi pembagian tugas.
2.    Siapa yang bertanggung jawab, kepada siapa?. Perlu dikatakan dengan jelas sebab di dalam organisasi terdapat hierarki wewenang dan tanggung jawab.
3.    Siapa yang berinteraksi, dengan siapa?. Hal ini mengingat bahwa organisasi yang dikelola dengan baik berpedoman pada prinsip sinergi.
4.    Pola komunikasi yang bagaimana yang berlaku di dalam organisasi?. Berkaitan dengan kultur organisasi yang dianut.
5.    Jaringan informasi apa yang tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh para anggota organisasi yang bersangkutan?

Organisasi-organisasi pemerintah adalah salah satu bagian dari organisasi public, disamping itu terdapat juga apa yang disebut organisasi privat (korporat). Kedua bentuk organisasi tersebut memiliki perbedaan, diantaranya bahwa organisasi publik cenderung bertahan lama, sementara organisasi privat, daur hidupnya fluktuatif, terkadang mengalami kemajuan, terkadang mengalami kemunduran bahkan kemungkinan bubar sebagai organisasi. Mengapa demikian, organisasi publik memiliki kecenderungan bertahan terhadap berbagai perubahan lingkungan karena ditopang oleh kekuasaan, sementara organisasi privat, hidupnya banyak ditentukan oleh kemampuannya dalam merespon perubahan dan lingkungannya.

Salah satu bagian bahasan dalam organisasi adalah yang menyangkut struktur organisasi. Struktur organisasi menunjukan bagaimana tugas akan dibagi, siapa yang melapor kepada siapa, dan mekanisme koordiansi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti. Robbins (1994: 6) menyebutkan bahwa adatiga komponen dari struktur organisasi, yaitu kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi.

Kompleksitas mempertimbangkan tingkat differensiasi yang ada dalam organisasi, termasuk didalamnya tingkat spesialisasi atau tingkat pembagian kerja, jumlah tingkatan didalam hirarki organisasi, serta tingkat sejauh mana unit-unit organisasi tersebar secara geografis.

Sementara formalisasi menyangkut tingkat sejauh mana sebuah organisasi menyadarkan dirinya kepada peraturan dan prosedur untuk mengatur prilaku dari para pegawainya. Sentralisasi mempertimbangkan dimana letak dari pusat pengambilan keputusan. Dalam organisasi, kecenderunganya secara bergantian dipergunakan sentralisasi atau desentralisasi dalam proses pengambilan keputusan.

Ketiga komponen diatas sangat menentukan berjalannya organisasi, struktur yang komplek dengan tingkat formalisasi aturan yang ketat serta pengambilan keputusan yang sangat sentralistik membuat organisasi menjadi sangat lamban dalam merespon perubahan lingkungan, begitu juga sebaliknya, tingkat kompleksitas yang rendah, dengan derajat formalisasi yang lentur serta pengambilan keputusan yang desentralistik menjadikan organisasi cepat merespon perubahan yang terjadi di lingkungannya.

Persoalan organisasi publik adalah terlalu kompleknya struktur dengan formalisasi aturan yang ketat dan sangat prosedural yang disertai oleh minimnya pelimpahan kewenangan (desentralisasi) menjadikan organisasi publik dijangkiti penyakit birokrasi red-tape, bertele-tele, high cost dan tidak adaptif terhadap tuntutan atau dukungan publik. Kondisi tersebut menuntut dilakukannya evaluasi yang dilanjutkan dengan merancang kembali terhadap struktur organisasi pemerintah daerah agar lebih tanggap  perubahan-perubahan lingkungan.

Dalam literatur administrasi maupun kebijakan publik, dimensi struktur organisasi dibedakan atas beberapa bentuk, Jackson dkk (1986) membedakannya kedalam 8 tingkatan,  masing-masing (1) organization size, (2)  complexity or differentiation, (3) formalization, (4) control, (5) administrative component, (6) bureaucratization, (7) centralization dan (8) level of authority. Sementara itu Robbins (1994) membedakan kedalam tiga dimensi , masing-masing : (1) complexity or differentiation, (2) formalization, (3) centralization.

Dari ketiga dimensi struktur sebagaimana diatas complexity memiliki kaitan dengan kajian tentang rancangan struktur organisasi. Complexity adalah “degree of differentiation”,  baik horizontal maupun vertikal.


2. Diferensiasi Horizontal
            Diferensiasi secara horizontal adalah the degree of horizontal separation between units, diferensiasi horizontal dilakukan dalam bentuk spesialisasi atau departementasi. Diferensiasi ini dalam batas tertentu berkaitan dengan efisiensi dan produktivitas. Dalam batas tertentu, semakin spesial suatu tugas (full-specialized) atau pekerjaan, semakin efisien, tetapi diluar batas itu over specialized atau under specialized bahkan overlapped, efisiensi menjadi menurun.
            Dengan demikian maka struktur yang terdefrensiasi secara penuh spesialisasi berpengaruh pada pencapaian tingkat efisiensi dari organisasi. Diferensiasi melalui spesialisasi fungsi-fungsi disamping menciptakan efisiensi dan meningkatkan produktifitas (karena tingkat kecakapan dari para spesialis-spesialis) juga mempersingkat waktu pencapaian tujuan organisasi. Spesialisasi pada organisasi privat biasanya terbentuk departementalisasi, yakni pengelompokkan pekerjaan dan orang-orang berdasarkan spesialisasinya, misalnya departemen purchasing, marketing, dan sebagainya.
            Diferensiasi horizontal berkaitan dengan bentuk struktur suatu organisasi, Mary Jo Hatch dalam Organization Theory (1997) membedakan enam bentuk struktur organisasi, yaitu : (1) simple structure, (2) functional structure, (3)  multi division structure, (4)  matrix structure, (5) hybrid structure dan (6) network structure. Pilihan atas model-model struktur tersebut tergantung atau disesuaikan dengan tujuan suatu organisasi.

3 Diferensiasi Vertikal
            Sementara itu diferensiasi vertikal adalah “the depth of organizations hierarchy”. Diferensiasi vertikal merujuk pada struktur organisasi, semakin tinggi tingkat hierarki organisasi semakin jauh hubungan antara top management dengan staf atau struktur bawahnya. Diferensiasi vertikal berkaitan dengan otoritas dan rentang kendali sebuah organisasi, semakin tinggi bentuk struktur organisasi, semakin tinggi rentang kendali dalam organisasi tersebut semakin besar (cost) birokrasi yang dibutuhkan.
             
Ada dua model struktur dalam diferensiasi vertikal, yaitu model tall dan model flat. Model tall terdiri atas beberapa tingkatan dalam struktur organisasi (bentuk meninggi) sementara model flat lebih mendatar dengan sedikit tingkatan.
  
           Struktur tall memberikan supervisi dan kontrol yang berorientasi pada atasan yang lebih ketat, dan kordinasi serta komunikasi menjadi rumit, disebabkan oleh bertambahnya jumlah yang harus dilalui perintah-perintah. Struktur flat mempunyai rantai komunikasi yang lebih singkat dan sederhana, peluang supervisi yang lebih sedikit karena para manajer (kepala bagian) mempunyai lebih banyak orang yang melapor kepadanya, dan mengurangi peluang kenaikan jabatan karena tingkat manajemen yang lebih sedikit (Robbins, 1990).

Secara konseptual Henry Mintzberg dalam Structure-In-Five (1983) mengatakan bahwa organisasi formal setidaknya memiliki lima bagian dalam strukturnya, masing-masing :
1.    Strategic Apex (unsur pimpinan, unsur kepala);
2.    Middle Line (lini tengah);
3.    Technostructure (unsur staf);
4.    Support Staf  (staf pendukung);
5.    Operating Core (unsur pelaksana).

4. Teori Organisasi Modern
            Perkembangan teori organisasi pada mulanya menunjukan gejala “ menyebar”. Berbagai pendekatan muncul sering kali tidak ada hubungan satu dengan yang lainya, bahkan saling berlawanan. Pendekatan klasik dan Neo-klasik misalnya memberikan jelas gambaran tentang penyebaran tersebut. Pendekatan klasik memusatkan perhatian pada anatomi organisasi dan tidak memperhatikan aspek sosial. Sedangkan pendekatan neo klasik justru mementingkan aspek sosial tetapi kurang memperhatikan anatomi oranisasi.
            
 Selanjutnya muncul pendekatan modern dalam teori organisasi yang sering kali mampu menyatukan keseluruhan pandangan dalam analisa organisasi. Pendekatan ini muncul diawali oleh suatu penelitian yang dilakukan oleh Joan Woodward pada tahun 1950-an, terhadap 100 buah perusahaan industri di South Essex-Ingris.
             
Penelitian Woodward ini diikuti oleh beberapa peneliti lainya menunjukan bahhwa selain teknologi terdapat juga aspek-aspek lain yang berpengaruh terhadap karakteristik organisasi yaitu faktor-faktor lain yang terdapat dalam lingkungan organisasi. Hal ini menunjukan bahwa organisasi dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya, dan hanya organisasi yang bisa beradaptasi secara tepat terhadap tuntutan lingkungan yang dapat mencapai keberhasilan. Karena itu bentuk dan cara pengelolaan organisasi haruslah disesuaikan dengan  keadaan lingkungannya agar organisasi itu bisa mencapai keberhasilan.
           
 Pendekatan modern mempunyai beberapa perbedaan yang mendasar jika dibandingkan dengan pendekatan sebelumnya yaitu:
1.             Pendekatan Modern memandang organisasi sebagai suatu sistem terbuka, yang berarti bahwa organisasi merupakan bagian (sub sistem) dari lingkunganya, sehingga organisasi bisa dipengaruhi maupun mempengaruhi lingkunganya.
2.             Keterbukaan dan ketergantungan organisasi terhadap lingkunganya menyebabkan bentuk organisasi harus disesuaikan dengan lingkungan dimana organisasi tersebut berada. (S.B. Hari Lubis dan Martani Husein, 1987 : 6)

 
II. KOMUNIKASI ORGANISASI (ORGANIZATIONAL COMMUNICATION)
            Komunikasi organisasi banyak dipengaruhi oleh teori Frederick Taylor (teori manajemen) dan teori Max Weber (teori birokrasi) yang melihat bahwa komunikasi dalam organisasi diatur oleh standar yang jelas. Tahun 60 dan 70-an berkembang pandangan organisasi sebagai suatu sistem, perkembangan selanjutnya tahun 80-an masyarakat kebingungan dengan rasionalitas dan objektivitas dalam pandangan sistem dari sinilah muncul pandangan budaya yang melihat dalam organisasi terdapat sejarah, nilai, ritual dan perilaku anggota organisasi.
             
Max Weber merupakan pendiri modern organization studies mengatakan:
His account can be summarized as follows: members use the ideal type conception of bureaucracy to understand the conduct of other members and to guide their own actions; because they all act in patterns organized by the ideal type, their actions coordinate in such a way that organizations consequentially and meaningfully exist. Thus, from its beginning, organization studies have pursued the central question of how large-scale, purposefully-controlled organizations are constituted.
             
Max Weber membentuk studi-studi organisasi modern dengan menawarkan satu analisis interpretif mengenai birokrasi (1968). Paparannya dapat diringkaskan sebagai berikut: para anggota menggunakan jenis ideal konsepsi birokrasi untuk memahami kelakuan anggota lain dan untuk memandu tindakan mereka sendiri; karena mereka semua bertindak dalam pola-pola yang diorganisir oleh jenis ideal, tindakan-tindakan mereka mengkordinir dalam cara yang sedemikian sehingga organisasi-organisasi ada secara konsekuensial dan secara bermakna. (Robert D. McPhee, Arizona State University & Pamela Zaug, Arizona State University dalam The Communicative Constitution Of Organizations: A Framework For Explanation, 2000)
            
 James R. Taylor dalam Rethinking the Theory of Organizational Communication, How to Read An Organization Series: Communication and Information Science menjelaskan bahwa komununikasi organisasi (organizational communication) merupakan faktor penentu suksesnya suatu organisasi yang bertujuan menjadi sistem demi menyamakan gerak, membentuk harmonisasi organ-organ, penyelarasan berbagai konflik internal, pencitraan, pencapaian tujuan bahkan pengembangan organisasi.
            
 Masyarakat kita merupakan “masyarakat organisasi”, kita lahir di organisasi, belajar di organisasi dan banyak menghabiskan waktu dari hidup kita untuk bekerja di organisasi (Littlejohn, 2002). Komunikasi merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan dalam organisasi yaitu 75%-95% dari seluruh kegiatan organisasi. Dari kegiatan tersebut dapat dirinci 5% untuk menulis, 10% baca, 35% bicara dan 50% mendengar.
             
Adapun komunikasi organisasi dilakukan dalam kerangka: sebanyak 44% untuk komunikasi rutin; 26% untuk pengembangan SDM (sumber daya manusia) antara lain untuk penilaian karyawan, konseling karyawan, training, seleksi, promosi karyawan, dll.; 19% untuk traditional management seperti pengawasan, memberi instruksi, melapor, dll.;  11% untuk net-working antara lain untuk berkoordinasi dengan bagian lain, mencari informasi pesaing, dll.
             
Istilah organisasi diartikan merupakan sebuah kelompok individu yang diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu (Devito, 1997). Jumlah anggota organisasi sangat bervariasi dari satu organisasi ke organisasi lainnya. Ada yang beranggotakan tiga atau empat orang bekerja dengan kontak yang sangat dekat. Yang lainnya memiliki seribu karyawan tersebar di seluruh dunia. Yang terpenting adalah mereka ini bekerja di dalam struktur tertentu. Individu di abad ke-21 ini sangat dinamis, masuk dan keluar dari suatu perusahaan atau organisasi untuk mencari pengalam baru atau penghasilan lebih baik bukan hal yang aneh. Pada saat itulah proses asimilasi terjadi. Studi komunikasi organisasi merupakan studi yang interdisipliner. Bidang-bidang studi yang menggunakan kajian komunikasi organisasi yakni: manajemen, sosiologi, psikologi sosial, dan lain-lain. Karena itulah maka teori-teori komunikasi organisasi berhubungan dengan ilmu-ilmu lainnya dan untuk memahaminya perlu dipelajari terlebih dahulu bagaimana perkembangan komunikasi organisasi.
            
 Pada dasarnya istilah komunikasi organisasi terbagi menjadi dua arti, yakni; organisasi dan komunikasi. Kata organisasi di sini dapat diartikan seperti rangkaian mesin yang memiliki bagian-bagin  untuk memproduksi sebuah produk atau layanan dari input (masukkan) sampai output (luaran) dari suatu  sistem. Di samping itu juga sebagian ahli mendefinisikan organisasi sering dianggap sebagai sesuatu yang hidup secara natural, seperti layaknya tumbuhan atau binatang. Mereka lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan lingkungan dan tuntutan zaman yang melingkupinya. Ada juga yang beranggapan bahwa organisasi seperti otak manusia yang memiliki proses informasi, intelegensia dan konseptualisasi perencanaan. Pada perkembangan selanjutnya organisasi sering dianggap, seperti masuk dalam tatanan realitas budaya karena menciptakan makna, memiliki nilai dan norma yang dipersuasikan oleh cerita dan ritual yang terbagikan.
             
Dalam  organisasi dikenal juga dengan konsep individualistik atau hubungan antar individu yang akan memunculkan hubungan dyadic. Hubungan dalam kaitannya dengan keintiman ini akan sangat mengarah kepada adanya hubungan konsepsi jaringan dalam komunikasi organisasi. Manusia berkomunikasi satu dengan yang lain yang selalu di kaitan dengan penggunaan saluran komunikasi untuk menjadi instrumen penyampaian pesan bisa dalam berbagai bentuk, fungsi sosial dalam organisasi yang mampu melingkupi kelompok besar (large groups).
           
 Sedangkan definisi komunikasi itu sendiri yang digunakan dalam tulisan ini yakni mengikuti pendapat Pace yang menyebutkan bahwa suatu tindakan komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh dua hal, yakni; penciptaan pesan (atau biasanya disebut dengan penciptaan pertunjukkan (display) dan penafsiran pesan atau penafsiran sebuah pertunjukkan.  
             
Ditambahkan Goldhaber, bahwa setiap manusia dalam kaitan dengan organisasi akan dihubungan dengan pertunjukkan yang berjalan. Maksudnya adalah manusia tidak dapat tidak menunjukkan bahwa mereka tidak mengeluarkan pesan (Goldhaber, 1979). Dalam kantor pertunjukkan pesan bisa dalam bentuk memo, laporan, pidato dan neraca keuangan yang dapat merepresentasikan gagasan-gagasan si pengirim pesan. Oleh sebab itu di dalam menafsirkan pesan akan muncul proses pemindahan (transfer) dan pertukaran (exchange) pesan, dan di sinilah titik letak penting realitas budaya yang disebutkan oleh para aliran subyektivis. Keberadaan artefak, gerak tubuh dan tindakan akan melukiskan suatu makna yang manusia miliki lewat petunjukkan yang secara tidak langsung digelar.
             
Menurut James Taylor (1993) tujuan dari dibuatnya teori komunikasi untuk
menjembatani jurang pemisah dalam organisasi, sehingga proses dapat berjalan secara baik dan mencapai tujuan organisasi. “The goal of organizational communication theory ought to be to bridge the micro/macro gap, by showing how to discover the structure in the process and delineating the processes that realize the structure” (261). The processes of communication create a patterning which constitutes the structure of organization and the organization itself simultaneously. To develop his conception of communication, Taylor turns to Greimas (among, we should hasten to note, many other theoretic strands), who contends that all communication has an underlying deep narrative structure that organizes conversation through various speech acts. The constitution of an organization would involve its deep narrative structuring of a great number of elementary transactions conducted by human agents. Another main tenet is his claim that communication involves two aspects, conversation and text, with the latter (the medium of organizational structure) stabilizing and grounding, but also being enacted and potentially transformed by, the former (the medium of organizationally communicative action). Since communication creates the structure of organization, Taylor argues that it makes sense to study organizations from the communication perspective. A key point to his position, which seems to be comparable to Weick, is that organization is an effect of communication and not its predecessor. Taylor vastly extends the range of communication theory applied to the constitution problem, but his fascination (even as a pronounced interpretivist) with structuralism leads him to root his answer to the constitution problem in a grammatical rather than a systems conception.
             
Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu.  Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi yang terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hirarkris antara yang satu lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan (Pace and Faules, 2002: 20).
            
 Di samping itu juga komunikasi organisasi, dipandang dari suatu perspektif intepretatif (subjektif) adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi. Proses interaksi itu tidak mencerminkan organisasi; ia adalah organisasi. Komunikasi organisasi adalah perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana pihak-pihak yang terlibat di dalamnya bertransaksi dan memberikan makna atas apa yang sedang terjadi.   
             
Menurut Monge dan Eisenberg, kerja dari hubungan komunikasi organisasi antara kolega yang terinstitusi akan memberikan gambaran terbaik menciptakan konstitusi konsep jaringan (Littlejohn, 1999:303). Organisasi dianggap sebagai suatu sistem yang sedikitnya terdiri dari dua orang atau pihak (atau lebih). Di dalamnya terdapat interdepen, masukan (input), hubungan dan luaran (output).
             
Struktur hubungan antara komunikasi organisasi terdiri dari pola interaksi antar anggota, siapa yang berbicara dan memberi pesan kepada siapa? Hal ini yang disebut dengan aliran informasi. Dasar pemikiran dari ide ini teori jaringan yang dapat diprediksikan antar komunikasi antar individu yang ada di dalam organisasi. Jelasnya dalam struktur komunikasi organisasi pasti terdapat struktur antar dependen dan interdependen, sehingga antar yang berhubungan dapat menjalankan jaringan komunikasi. Tapi dalam hal ini perlu ada aturan yang mengikat jaringan dalam menciptakan hubungan. Oleh sebab itu perlu ada pemahaman peran jabatan dalam komunikasi organisasi yang tercipta.
             
Komunikasi organisasi informal berkaitan dengan fenomena yang disebut komunikasi jabatan (posisitional communications) (Redfield, 1953). Hubungan yang dimaksud adalah terbentuk atas antar jabatan-jabatan bukan antara orang-orang. Keseluruhan organisasi terdiri dari jaringan jabatan. Praktik komunikasi  jabatan ini membingungkan karena tidak semua jabatan dan interaksi secara seksama dapat berjalan dalam alur informasi yang sesuai dengan jabatan.
           
 Dalam hubungan informal terbentuk sebagai respon terhadap berbagai kesempatan yang diciptakan lingkungan, organisasi informal merupakan lingkungan kelompok lebih nyata yang mempengaruhi jumlah dan pelaksanaan hubungan informal dalam organisasi. Ada dua model teori organisasi besar, yakni; Weber dengan model birokrasi yang terfokus pada pengorganisasian. Teori ini dianggap sebagai pernyataan terpenting tentang organisasi formal yang didasarkan pada pengelolaan.
             
Sedangkan model kedua yakni organisasi menurut Frederick W. Taylor. Bagi beliau doktrin klasik organisasi dan manajemen dapat secara langsung dilacak kembali ke minat Taylor atas pengawasan (supervisi) fungsional. Secara khusus Weber dan Taylor menyajikan teori-teori organisasi dan manajemen yang hampir secara khusus membahas anatomi organisasi formal. Dalam artian khusus dibahas dalam anatomi formal yang dapat disebut dengan teori-teori struktural klasik.

Pendekatan Taylor terhadap manajemen dilakukan di sekitar empat unsur kunci: pembagian kerja, proses skalar dan fungsional, struktur, dan rentang kekuasaan.

1.   PEMBAGIAN KERJA
                        Pembagian kerja di sini berkaitan dengan bagaimana tugas, kewajiban dan pekerjaan organisasi didistribusikan. Kewajiban perusahaan secara sistematik dibebankan kepada jabatan-jabatan dalam suatu tatanan spesialisasi yang menurun. Bila dapat dilakukan, pekerjaan setiap orang dalam organisasi harus terbatas pada pelaksanaan suatu fungsi, yang merupakan konsep pembagian kerja. Parkinson merumuskan sejumlah prinsip yang membantu menjelaskan bagaimana orang-orang dalam organisasi memanipulasi unsur tersebut (1957).
                        Dalam hukum Parkinson (Parkinson’s Law) ini menyebutkan bahwa manajer, pekerja dan administrator mulai merasa kekurangan tenaga karena kelelahan dalam kerja. Oleh sebab itu manajer perusahaan perlu melakukan tiga pilihan: mengundurkan diri, berbagi kerja dengan kolega atau meminta bantuan memiliki dua orang bawahan (parkinson dalam Pace and Wyne, 2002:51).  

 2.   PROSES SKALAR DAN FUNGSIONAL
                  Proses ini berkaitan dengan pertumbuhan vertikal dan horisontal organisasi. Proses skalar ini menunjukkan rantai perintah atau dimensi vertikal organisasi. Dengan penambahan sumber daya manusia organisasi akan memberikan delegasi dan kewenangan atas tanggungjawab, kesatuan perintah dan kewajiban pelaporan.
                  Pembagian ini sesuai dengan pilar keempat teori manajemen klasik, bahwa pembagian kerja dalam tugas-tugas lebih khusus akan menjadi unit-unit yang sesuai dengan proses-proses fungsional dan ekspansi horisontal organisasi.

BENTUK KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
1. Management Information System

    Misalnya: dengan menggunakan computer, data, informasi.
2. Telecomunication
     Komunikasi dengan peralatan yang mana komunikator dan komunikan tidak  
     berhadapan langsung.
     Misalnya: telepon, TV, e-mail, voice messaging, electronic bulletin board.
3. Non verbal communication
     Pralinguistic, proxemics, kinesics, chronemics, olfaksi, tactile, artifactual.
4. Interpersonal communication
     Komunikasi yang terjadi antar individu.
5. The organizational communication process
    - instruksi atau komando
    - laporan, pertanyaan, permintaan
   - subsgroup dengan subsgroups
   - staff
BENTUK KOMUNIKASI BERDASAR STRUKTUR ORGANISASI
1. Superior - subordinate communication
    Disebut juga downward communication yaitu komunikatornya adalah atasan  
    dan komunikasinya adalah bawahannya.
Katz & Kahn menyebutkan 5 bentuk komunikasi downward, yaitu:
a. memberi tugas rinci - job instruction
b. memberi informasi tentang prosedur organisasi dan latihan-latihan.
c. memberi informasi tentang rastionale of the job yaitu alasan mengapa tugas
    tersebut harus dilakukan
d. memberi tahu tentang kinerja anak buah
e. memberi informasi tentang ideologi organisasi (visi, misi) untuk memudahkan
dalam mencapai tujuan organisasi.
    Media yang digunakan adalah media tulis, media lesan, interaktif.
2. Subordinate - initiated communication
    Disebut juga dengan upward communication yaitu komunikasi yang terjadi dari   
bawahan ke atasannya.
Adapun bentuknya adalah:
a. Informasi pribadi tentang gagasan, sikap, peampilan kerja.
b. Informasi feedback tentang performance teknis, beberapa informasi penting
    lainnya.
3. Interactive communication
Komunikasi yang terjadi pada karyawan yang selevel.
Bentuknya adalah
a. Task coordination
b. Problem solving
c. Information sharing
d. Conflict Resolution
Beberapa faktor pada struktur organisasi yang berpengaruh pada pola komunikasi antara lain
a. ukuran
b. sentralisasi - desentralisasi
c. degrees of uncertainity



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Organisasi dan Komunikasi Organisasi

Komunikasi di dalam organisasi tidak terlepas dari perkembangan manajeman dan birokrasi. Komunikasi merupakan kegiatan yang paling serin...